Halaman ini akan tertutup secara otomatis setelah meng-klik salahsatu link diatas
Terimakasih!

KEINDAHAN TANAMAN TERATAI SI BUNGA AIR


Teratai yang dikenal juga sebagai bunga air memang menawarkan banyak keindahan. Selain dari aneka warna yang dimilikinya, air yang digunakan sebagai media hidupnya punya fungsi sebagai penenang jiwa. Jadi cocok diletakkan di teras rumah, baik dalam kolam atau pot besar.

Bunga teratai mempunyai beberapa nama, diantaranya padma, seroia, terate, tarate, dan taratai besar. Sedangkan nama latin tumbuhan air ini berasal dari familia Nymphaeaceae yang mempunyai spsies berbeda, tergantung dari warna bunga. Namun secara keseluruhan fisiologis, tanaman air ini tak jauh berbeda.

Bunganya mempunyai aroma harum. Tumbuh luruh di permukaan air dengan daun yang melebar sejajar dengan air. Panjang tangkai tergantung dari kedalaman air, mulai dari 10 – 200 cm berbentuk bulat panjang. Diametar bunga tergantung dari jenis, mulai 10 cm –20 cm. Benangsari yang berwarna kuning akan terlihat memenuhi bagian kelopak yang mempunyai warna beragam, mulai dari ungu, merah, dan putih.

Bila sebelumnya kita banyak berbicara tentang tanaman dalam pot dengan media pakis, maka kali ini tanaman air akan memberikan satu pilihan baru yang menarik. Sebab, selain dari segi estetika yang bagus antara warna bunga dan daun lebar, teratai juga mampu memberikan aura positif bagi pemiliknya.
Unsur air yang diletakkan di depan rumah secara kesehatan akan menyerap debu, sehingga tak masuk ke dalam rumah. Dari bentuk bunga akan memberikan satu nuansa baru untuk menambah dekorasi taman, terutama saat tanaman berbunga warna yang keluar cukup menarik, apalagi bila dipadu dari warna yang berbeda.

Pedagang Bunga Teratai di Cihideung Bandung, Dedi, mengatakan tanaman teratai mudah dirawat. Apalagi di daerah yang mempunyai suhu panas seperti kota besar, bunga akan lebih cepat mekar. Itu disebabkan oleh karakter bunga teratai yang suka dengan suhu hangat, meski menggunakan air sebagai media.

“Yang penting tanah subur dan air bersih, teratai pasti tumbuh subur,” tandas Dedi.
Terpenting adalah tempat menanam teratai – dimana ada dua pilihan, yaitu dalam kolam maupun pot. Untuk dalam pot, Dedi menyarankan untuk menggunakan pot mangkok minimal mempunyai diamater 50 cm. Ini dilakukan untuk memberikan ruang gerak bagi akar dan daun teratai yang punya diameter besar.

Menghasilkan Bunga
Untuk menghasilkan bunga, setidaknya ada 2-3 daun yang tumbuh. Nah, bila satu daun setidaknya 10 cm, maka luas pot berdiameter 50 cm sudah cukup ideal untuk pertumbuhan. Namun untuk jenis teratai yang mempunyai karakter daun lebar, tentu pot juga harus menyesuaikan. Meski secara alami tanaman akan menyesuaikan dengan ukuran pot, tetap sebaiknya memberikan tempat lebih besar.

Media yang digunakan didominasi oleh tanah atau lumpur yang biasanya kita lihat di sawah. Berikan sedikit pasir dan letakkan langsung di bawah pot dan masukkan air hingga penuh. Tunggu sampai air jernih, baru masukkan teratai yang baru dibeli ke dalamnya. Jangan lupa untuk memberikan pupuk NPK sesuai dengan takaran. Lebih mudah bila menggunakan bentuk butiran, seperti pupuk mutiara.

Untuk pergantian air untungnya tak perlu diganti, hanya ditambah bila permukaan sudah kering. Air yang digunakan jangan mengandung klorin, seperti air ledeng. Lebih baik menggunakan air sumur. Akan lebih baik bila lokasi pot teratai ada di tempat terbuka yang terkena sinar matahari langsung. Khusus di lokasi ini pemilik harus melakukan penyiraman dengan menyemprotkan air di bagian tanaman saat siang hari.

“Di siang hari, air pasti akan hangat dan harus didinginkan pake semprotan air. Bila suhu terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan, bahkan bisa membuat teratai mati,” ujar Dedi.
Untuk penempatan dalam kolam akan lebih mudah, terutama untuk kolam yang mempunyai sirkulasi air cukup baik. Penempatan teratai bisa di semua bagian kolam, asalkan diberikan proporsi yang sesuai. Pemberian ikan cukup dianjurkan, karena akan menambah keindahan kolam maupun pot. Alternatif bisa menggunakan jenis guppy atau jenis ikan kecil lainnya.

Perbanyakan Mudah
Perbanyakan teratai sangat mudah, yaitu bisa dengan biji dari bunga, daun, dan anakan. Di bunga teratainya – akan berbunga setiap 3-4 hari, dari pagi sampai sore hari. Setelah layu, mahkota bunga mulai rontok dan menyisakan dasar bunga yang jadi bakal buah. Bentuknya unik, seperti piramida terbalik dengan biji yang muncul antara 5-30 biji. Begitu kering, biji bisa diambil dan disemai.
Pada perbanyakan anakan, caranya sama dengan tanaman lainnya, dimana bila indukan sudah mengeluarkan tunas baru, maka bagian ini akan dipotong. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam pot baru untuk tumbuh dengan sendiri. Perbanyakan dengan daun caranya mudah, yaitu ambil daun yang sudah dewasa, potong tangkai dengan menyisakan 3-4 cm.

Selanjutnya, potong melingkar di permukaan daun dengan pusat di ujung tangkai daun diametar sekitar 5 cm. Di tengah daun yang juga ujung tangkai akan terlihat satu benjolan yang nantinya akan tumbuh. Setelah itu masukkan dalam media tanam yang basah, dimana bagian tangkai masuk ke dalam tanah.

Tetap Butuh Pupuk
Untuk perawatan memang membutuhkan langkah sendiri, karena media yang digunakan adalah air dan tanah. Di situ, kebutuhan unsur NPK tetap diperlukan sesuai dengan fungsinya. Namun cara pemberian jelas berbeda. Untuk vitamin seperti hanya B1 bisa diaplikasikan, terutama untuk lokasi di dalam pot yang tak terjadi pertukaran air. Dosisnya menyesuaikan dengan takaran, hanya volume yang dimasukkan berbeda di setiap pot.
“Untuk ukuran pot 50 cm bisa diisi 200-300 ml. Di situ makin besar pot, volume harus diperbanyak,” tandas Dedi.

Khusus pemberian NPK dengan serbuk bisa dilakukan dan untuk menghindari overdosis sebaiknya dilarutkan dulu seperti pemberian vitamin, termasuk volume yang diberikan. Lebih mudah memang menggunakan slow release, dimana untuk satu pot satu sendok makan sudah cukup untuk kebutuhan 2-3 minggu.

Ragam Warna Teratai
Warna jadi kekuatan utama tanaman ini, selain bentuk kelopak yang sangat eksotis. Dari situ, pemilik bisa menggabungkan 3-4 warna dalam satu pot atau kolam yang akan memunculkan warna berbeda dalam satu lokasi. Berikut beberapa jenis warna teratai dan karakternya:

Teratai Biru
Diyakini berasal dari Kalimantan yang juga disebut sebagai seroja biru dengan nama latin Nymphaea stellata. Bunganya berwarna biru muda, struktur kecil, dengan kelopak berbentuk bintang. Bagian daun oval sampai bundar dan tepinya berombak, bergerigi dengan warna keunguan di belakang daun.

Teratai Putih Jawa
Jenis ini paling populer, dimana kelopak berwarna putih dengan paduan benangsari yang memberikan gradasi kuning. Dengan nama latin Nymphaea pubescens punya bentuk kelopak menyerupai bintang. Warna daun berwarna hijau, sementara bagian bawah keunguan. Dari namanya, jelas teratai jenis ini berkembang awalnya di pulau Jawa

Teratai Putih Hutan
Bentuk bunga menyerupai bintang dengan tepi daun bergerigi. Mahkota bunga berwarna putih, benangsari dan kelopak berwarna kuning. Berbunga di malam hari dengan nama latin Nymphaea nouchali atau tanjung putih.

Teratai Silangan
Jenis yang diambil dari persilangan warna bunga, yaitu warna bunga gradasi merah muda ke ungu, dengan benang sari orange kemerahan. Beberapa janis lainnya chromatella, bunga berwarna kuning, bentuk bunga mirip mangkuk. [wo2k]

Klasifikasi
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub-kelas : Magnoliidae
Ordo : Nymphaeales
Familia : Nymphaeaceae
Genus : Nymphaea
Spesies : Nymphaea nouchali Brum F, Nymphaea alba L. (teratai putih), Nymphaea lotus (teratai kecil), Nymphaea rubra (teratai merah).

plantamor.com

Pachypodium tanaman Purba yang Langka nan Eksotis



tanaman hias Pachypodium sebenarnya pernah populer di Indonesia sekitar era tahun 1990-an. Namun entah mengapa baru pada awal tahun 2007 minat terhadap tanaman ini kembali marak. Padahal di luar negeri, sudah lebih dari seratus tahun, para peneliti maupun para hobiis dan kolektor tanaman langka memburu dan mengkoleksi tanaman yang terancam punah ini.

Pachypodium yang konon dipercaya sudah hidup sejak jutaan tahun lalu sebelum era jaman kapur, merupakan tanaman yang secara fleksibel terus berevolusi dan menyesuaikan diri terhadap habitat di mana ia tumbuh. Sisa tanaman purba yang tetap bisa bertahan hidup dan lestari hingga sekarang ini telah menarik minat para peneliti maupun para kolektor tanaman langka sejak akhir abad ke-18.

Spesies-spesies baru Pachypodium terus bermunculan, karena evolusi yang terjadi pada tanaman ini terus melahirkan spesies-spesies maupun hibrida-hibrida baru, tidak hanya di habitat aslinya di Madagaskar, namun juga di berbagai belahan benua di mana tanaman ini dapat tumbuh dan berevolusi. Konon masih ratusan spesies tanaman Pachypodium yang belum teridentifikasi maupun terklasifikasi, sementara baru sekitar 25 spesies saja yang dikenal secara luas di dunia. Di Indonesia, yang baru mengenal tanaman ini sejak era tahun 1990-an, spesies-spesies yang dibudidayakan masih terbatas (sekitar kurang lebih 15 species yang beredar/dijumpai di Indonesia) karena kesesuaian syarat tumbuh maupun terhambat masalah proteksi yang diberlakukan di negara asalnya, yaitu Madagaskar, maupun negara-negara lain di Afrika Selatan.

Walau demikian beberapa spesies tanaman Pachypodium telah menarik perhatian para pecinta tanaman hias di Indonesia karena bentuk bonggolnya yang ditumbuhi duri serta bentuk daun maupun bunganya yang cantik.

Buku yang sederhana ini mencoba mengupas berbagai hal di balik budidaya dan perawatan tanaman Pachypodium. Kehadiran buku ini diharapkan dapat menambah wawasan maupun mengobati rasa penasaran para pecinta Pachypodium untuk mengenal lebih jauh jenis-jenis yang ada dan belajar lebih banyak mengenai bagaimana cara budidaya dan perawatannya.

Pachypodium merupakan tanaman asli (tanaman endemik) di Pulau Madagaskar maupun Afrika bagian selatan seperti Angola, Botswana, Mozambique, Namibia, Afrika Selatan, Swaziland, dan Zimbabwe. Walau banyak orang menganggap bahwa Pachypodium serupa dengan tanaman kaktus, dan bahkan ada pula yang menganggapnya tergolong tanaman hias palem. Beberapa orang Eropa bahkan menjuluki tanaman yang satu ini dengan sebutan Madagascar palm atau palem dari Madagaskar. Tentu saja hal ini salah kaprah. Sesungguhnya tanaman hias Pachypodium masih terhitung kerabat dekat tanaman Adenium. Hal ini karena Family Apocynaceae memiliki tiga genera (genus) yang dapat digolongkan sebagai tanaman sukulen, yaitu Adenium, Pachypodium dan Plumeria (pohon Kamboja). Maka sungguh tak mengherankan bahwa penampakan morfologis Pachypodium ini mirip sekali dengan Adenium, mulai dari batang, daun, maupun bunganya, walau secara fisiologis serta dalam beberapa hal, Pachypodium memiliki sifat khusus yang membedakannya dengan tanaman Adenium.

Di masa lalu, klasifikasi tanaman Pachypodium sempat menjadi bahan perdebatan dalam genus mana ia harus digolongkan. Beberapa ahli ada yang menggolongkan tanaman purba ini dalam genus Echites sementara yang lain beranggapan bahwa tanaman ini sebaiknya diklasifikasikan dalam genus yang berbeda atau pun genus yang baru. Akhirnya pada tahun 1830, atas inisiatif Leandley, tanaman ini disepakati untuk digolongkan sebagai genus yang unik terpisah dari genus Echites, yaitu genus Pachypodium. Perdebatan masih terus berlanjut seputar spesies-spesies unik Pachypodium yang ditemukan di belahan selatan benua Afrika. Pada tahun 1892, Baker menemukan bahwa spesies-spesies unik sebetulnya lebih banyak ditemukan di sisa pecahan benua kuno, yaitu di Pulau Madagaskar dan akhirnya penelitian mengenai tanaman Pachypodium mulai terfokus pada spesies-spesies yang ada di Pulau Madagaskar sehingga penelitian mengenai Pachypodium mulai terfokus pada spesies-spesies yang ada di Pulau Madagaskar hingga pada sekitar tahun 1907, Constantin dan Bois – dua orang peneliti tanaman mulai membuat monograf pertama (peta lokasi habitat dan persebaran spesies-spesies Pachypodium lengkap dengan klasifikasinya) yang saat itu sudah ditemukan sekitar 17 spesies Pachypodium, dimana 10 spesies berasal dari Madagaskar sementara 7 lainnya dari berbagai lokasi yang ada di benua Afrika. Monograf ini mirip dengan monograf yang pernah dibuat oleh Alexander von Humboldt, seorang ahli biologi yang pernah membuat monograf berbagai jenis flora dan fauna yang ada di Pulau Galapagos, seperti yang pernah dilakukan pula oleh Charles Darwin untuk berbagai spesies flora dan fauna yang ada di Pulau Galapagos. Bahkan Pulau Madagaskar dipercaya lebih mempunyai keanekaragaman flora dan fauna dibanding Pulau Galapagos yang sama-sama merupakan sisa-sisa peninggalan atau pecahan benua kuno.

Tanaman Pachypodium hadir dengan pesona yang mengagumkan, seakan merangkum pesona keindahan bunga dan batang Adenium sekaligus pesona duri unik dari Euphorbia sebagai tanaman hias berduri. Walau sosok tanaman Pachypodium tampak cantik, namun tanaman ini hanya bisa difungsikan sebagai tanaman hias dan tidak bisa dimakan, karena seluruh bagian tanaman, terutama getahnya sangat beracun.

Getahnya yang beracun bisa menimbulkan iritasi pada kulit bila terkena tangan, dan bahkan bisa menyebabkan kebutaan bila getah tersebut sampai terkena mata. Getah Pachypodium yang beracun, di Afrika bahkan bisa dimanfaatkan untuk membalur ujung mata panah atau mata tombak untuk keperluan berburu. Durinya juga cukup beracun dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit bila tangan kita sampai tertusuk oleh duri tersebut. Nama Pachypodium sendiri berasal bahasa latin yang berarti si kaki gemuk (pachy = gemuk , podium = kaki). Semua tanaman Pachypodium merupakan jenis tanaman sukulen yang batangnya berbonggol gemuk (pachycaule) serta memiliki duri hampir di sekujur bagian tubuhnya. Kedua ciri utama ini merupakan adaptasi Pachypodium terhadap lingkungan habitat aslinya di Afrika yang beriklim gurun (arida) yang kering, serta bersuhu ekstrim di mana perbedaan suhu antara siang dan malam sangat fluktuatif. Di Afrika dan Madagaskar, tempat tanaman ini berasal, Pachypodium biasa tumbuh di bebatuan yang ada di lereng-lereng pegunungan kapur, atau tebing-tebing cadas berbatuan granit yang curam, karang terjal, dan bukit atau tebing berbatuan kuarsa (quartzite). Kemampuan adaptasi secara fleksibel inilah yang membuat spesies-spesies Pachypodium mampu bertahan hidup dan terus lestari hingga sekarang sejak jutaan tahun yang lalu (diduga sudah ada sejak akhir jaman Triasik – antara 160 juta hingga 230 juta tahun yang lalu). Walau begitu, anehnya hingga saat ini belum ditemukan satu pun fosil spesies tanaman Pachypodium, padahal Pachypodium diduga sudah ada sejak daratan Afrika dan Pulau Madagaskar bersatu dalam sebuah benua kuno yang bernama Gondwana di akhir jaman Triasik. Gondwana adalah sebuah benua kuno berukuran raksasa di mana saat itu benua Afrika, Pulau Madagaskar, India, benua Amerika bagian selatan, benua Australia, New Zealand, dan Antartika masih bersatu dalam satu daratan. Pada saat itu Pulau Madagaskar bersambungan langsung dengan bagian selatan daratan benua Afrika yang sekarang, dan juga daratan India yang sekarang merupakan semenanjung India (Peninsular India).

Setelah benua kuno – Gondwana, tersebut pecah (yang terjadi pada akhir jaman Cretaceous / jaman kapur – 90 hingga 88 juta tahun yang lalu), akibat pergerakan lempeng tektonik bumi, Pulau Madagaskar yang saat itu masih bersatu dengan daratan India serta benua-benua lain seperti Afrika, Amerika, Australia, dan Antartika memisah. Selama berjuta tahun, Pulau Madagaskar dan daratan India kuno bersatu dalam benua kecil (pulau besar) yang terisolir. Hingga akhirnya pada sekitar 88 juta tahun yang lalu, Madagaskar dan India yang tadinya bersatu dalam satu daratan kemudian memisah. Daratan India kemudian bersatu dengan benua Asia hingga sekarang. Itulah sebabnya tanaman Pachypodium masih terus lestari yang bertahan hidup hingga sekarang dan paling banyak dijumpai tumbuh di Pulau Madagaskar. Tanaman ini telah melewati berbagai tahap adaptasi dan evolusi selama jutaan tahun hingga tetap hidup lestari hingga sekarang. Walau banyak orang mengemukakan bahwa Pachypodium adalah tanaman endemik Afrika dan Pulau Madagaskar, namun beberapa spesies baru maupun spesies yang belum dikenal, banyak bertebaran di India, Amerika dan Australia. Hal ini tidak mengherankan, karena jutaan tahun yang lalu, Afrika, Madagaskar, India, Amerika dan Australia adalah tergabung dalam satu daratan atau benua kuno yang bernama Gondwana. Di Afrika dan Madagaskar sendiri hingga saat ini, masih ratusan jenis Pachypodium liar yang masih belum dikenal dan juga belum teridentifikasi atau pun diklasifikasi. Jadi penyebaran tanaman Pachypodium mungkin sudah terjadi sejak jutaan tahun yang lalu. Itulah sebabnya, spesies-spesies Pachypodium tidak hanya dijumpai di daratan Afrika dan Pulau Madagaskar saja, namun juga dijumpai di gurun-gurun pasir yang ada di India, Amerika dan Australia. Bukan hanya spesies-spesies tanaman saja yang mirip antara yang ada di Madagaskar dan di India, spesies-spesies hewan yang ada di Madagaskar, beberapa jenis juga bisa dijumpai di India.

Di masa sekarang, dalam perkembangan selanjutnya, tanaman Pachypodium kemudian menyebar dari Afrika ke seluruh penjuru dunia, termasuk Eropa, dan Asia. Di Eropa yang beriklim subtropis, umumnya tanaman ini dibudidayakan dalam rumah kaca dengan pengaturan mikroklimat dan juga media tanam yang diatur semirip mungkin dengan habitat aslinya di Afrika. Pachypodium berasal dari kerabat atau Famili Apocynaceae atau di beberapa negara barat biasa dikenal dengan kerabat tanaman Periwinkle (Catharantus roseus). Beberapa tanaman yang berasal dari famili Apocynaceae dan cukup dikenal antara lain adalah Periwinkle (Catharantus roseus), Adenium (Adenium sp) atau biasa disebut mawar gurun / desert rose, kamboja (Plumeria sp) dan Oleander (Oleander sp). Pachypodium banyak tumbuh dan dijumpai di Benua Afrika dan Pulau Madagaskar. Di daratan Afrika terdapat 4 spesies utama Pachypodium yang berasal dari daratan benua Afrika yaitu Pachypodium succulentum, Pachypodium bispinosum, Pachypodium namaquanum dan Pachypodium lealii. Juga terdapat pula sebuah subspesies yang dikenal dengan Pachypodium lealii Saundersii.

Semuanya tumbuh dengan baik di bagian selatan benua Afrika, khususnya di Afrika Selatan. Sedangkan jenis-jenis Pachypodium yang lain (sekitar 20 spesies) merupakan tanaman asli Pulau Madagaskar, sebuah pulau kecil yang berdekatan dengan benua Afrika. Tanaman ini sering disamakan dengan tanaman kaktus, walau tanaman ini termasuk tanaman sukulen. Memang tanaman kaktus termasuk tanaman sukulen, tetapi tidak semua tanaman sukulen adalah tanaman kaktus.

Tanaman ini semakin digalakkan budidayanya di habitat aslinya di Madagaskar mengingat semakin berkurangnya hutan di pulau tersebut dalam beberapa ratus tahun terakhir, yang mengakibatkan spesies Pachypodium ini termasuk dalam kategori tanaman langka yang dilindungi karena hampir punah. Penelitian terhadap tanaman Pachypodium sudah berjalan sejak lebih dari seratus tahun lalu, di mana pemerintah Madagaskar telah bekerja sama dengan begitu banyak instansi dan lembaga penelitian baik di dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Tanaman Pachypodium sendiri bahkan juga digolongkan sebagai salah satu tanaman langka dunia dan terdaftar dalam appendiks 1 indeks CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yaitu daftar tanaman langka dunia yang dilindungi.

Di Asia, termasuk Indonesia yang beriklim tropis, tanaman ini mulai dikenal di awal tahun 90-an dan terus dikembangkan hingga saat ini. Beberapa hobiis tidak hanya mengimpor biji-biji Pachypodium dari Afrika Selatan melalui Thailand, namun ada pula yang mengimpor komoditi ini dalam bentuk jadi. Tujuannya tak lain adalah untuk membudidayakan dan mengintroduksi tanaman ini untuk lebih dikembangkan di tanah air. Baru pada sekitar awal tahun 2007 mulai banyak para hobiis dan nurseri-nurseri di Indonesia yang mengimpor biji, maupun tanaman dewasa Pachypodium berbagai spesies dari Afrika, Thailand, Jerman, Perancis, Australia dan bahkan dari Amerika, karena tanaman ini kembali digemari para pecinta tanaman hias. Dalam buku terbaru yang membahas tentang tanaman Pachypodium ini, akan banyak dijumpai berbagai informasi terbaru mengenai bagaimana teknik budidaya yang baik, trik merangsang tanaman Pachypodium agar tumbuh menjadi tanaman yang kristata maupun varigata, serta trik bagaimana menstimulasi agar tanaman Pachypodium cepat berbunga.

JENIS PENYAKIT TANAMAN HIAS

Penyakit yang menyerang tanaman hias pada umumnya disebabkan oleh dua penyebab utama yaitu jamur dan bakteri. Serangan jamur lebih sering dijumpai daripada serangan bakteri. Jamur berkembang biak dan memperoleh makanan dari tanaman. Mereka mudah memperbanyak diri dengan miselium dan spora. Pencegahan serangan penyakit bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan tumbuh tanaman, media tanam yang steril dengan PH yang tepat, menjauhkan tanaman yang terserang penyakit dari tanaman yang sehat serta penyemprotan fungisida/bakterisida secara bekala.
Berikut adalah beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman hias :

1. Busuk Akar

Busuk akar disebabkan oleh serangan jamur Phytium.Sp. Busuk akar terjadi karena media tanam terlalu basah dan berkelembaban tinggi. Air yang terlalu lama menggenang menyebabkan media menjadi becek dan dalam waktu singkat menyebabkan akar menjadi busuk, daun menjadi pucat, layu lalu busuk.

Pencegahan yang paling penting adalah dengan menggunakan media tanam yang porous, steril dan menjaga agar media tidak terlalu lembab dan basah berlebihan. Namun apabila serangan sudah terjadi, maka segera bongkar media, buang akar yang terserang, lalu oleskan/spray fungisida seperti Dythane atau Antracol. Lalu tanam kembali kedalam media baru yang porous dan steril.

Pencegahan dan penanganan tanaman yang terserang busuk akar bisa pula dilakukan dengan penyemprotan fungisida sistemik seperti Previcur N dengan dosis 2 ml/Liter.

2. Layu Fusarium

Layu Fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium Oxysporium. Layu Fusarium terjadi karena media tanaman terlalu masam dan basah/lembab berlebihan. Gejala serangan ditandai dengan memucatnya tulang daun sampai berubah menjadi coklat keabu-abuan, kemudian diikuti dengan menunduknya tangkai yang membusuk. Apabila perbatasan antara akar dan batang dipotong, maka akan terlihat cincin cokelat kehitaman diikuti busuk basah pada berkas pembuluh.

Pencegahan yang perlu dilakukan adalah dengan cara mencegah media tanam basah/becek terlalu berlebihan. Namun apabila serangan sudah terjadi, maka gunakan fungisida Derosal 500 SC dosis 2 ml/Liter, atau Delsane dosis 2 Gr/Liter, atau Folicur 25 WP dosis 2 Gr/Liter. Apabila serangan sudah cukup parah, maka sebaiknya terapi fungisida diikuti dengan penggantian media tanam yang steril.

3. Layu Bakteri

Layu bakteri disebabkan oleh bakteri Erwinia Coratovora. Bakteri ganas yang mampu merusak tanaman dalam waktu singkat. Serangan layu bakteri ditandai dengan melunaknya daun dan batang, seperti habis terkena air panas, berwarna cokelat dan mengeluarkan bau yang busuk, karena terjadi kerusakan jaringan tanaman. Bagian tanaman yang terserang akan mengeluarkan lendir putih, kental dan lengket.

Pencegahan yang harus dilakukan adalah menjaga kebersihan lingkungan tanaman, hindari kelembaban yang terlalu berlebihan dan jangan sampai membiarkan media terlalu basah dalam waktu lama. Apabila serangan telah terjadi, maka hal paling awal yang harus dilakukan adalah membuang bagian tanaman yang terserang lalu dibakar, agar tidak menular kepada tanaman yang sehat. Jauhkan tanaman yang terserang dari tanaman yang sehat. Lalu semprot tanaman dengan bakterisida Agrept dosis 2 gr/Liter pada seluruh bagian tanaman. Untuk lebih memastikan efektifitas treatmen yang kita lakukan, maka sebaiknya segera ganti media tanam dan pot dengan yang baru dan steril.

Untuk serangan yang cukup serius, maka gunakan Agrept dosis 2gr/Liter dicampur dengan fungisida Folicur 250 EC dosis 2ml/Liter. Bahkan beberapa hobiis menggunakan cara mencabut tanaman dari media, dicuci bersih lalu direndam dalam larutan tadi sampai 1 jam.

4. Bercak Daun

Bercak daun disebabkan oleh jamur Botrytis Sp. Cirinya adalah munculnya bercak di daun. Bercak tersebut langsung menyambung dengan warna asli daun yang sehat. Bercak tersebut lama kelamaan akan membusuk.

Seperti pada penyakit tanaman lainnya, maka cara pencegahan yang bisa dilakukan adalah menjaga kebersihan lingkungan serta menjaga agar media tanam tidak basah secara berlebihan.

Apabila serangan sudah terjadi, maka buang bagian tanaman yang terserang, lalu lakukan penyemprotan fungisida Sistemik macam Folicur 25 WP dosis 2 gr/Liter atau Folicur 250 EC dosis 2 ml/Liter.

5. Antraknosa

Penyebabnya adalah jamur Colletotrichum Gloesporioides yang mula-mula menyerang seludang bunga dengan gejala munculnya bercak kecoklatan. Pada lingkungan dengan kelembaban tinggi, bercak tersebut semakin meluas, tampak seperti berair dan mengalami kerusakan atau nekrosis. Jika dibiarkan, penyakit akan menjadi semakin parah yang pada akhirnya bisa menyebabkan kematian.

Apabila serangan sudah terjadi, maka perlu dilakukan penyemprotan fungisida seperti Dythane 2 Gr/Liter atau Folicur 250 EC dosis 2 ml/Liter.

6. Bercak Kuning

Bercak kuning sering menyerang Anthurium dan telah menjadi momok yang menakutkan bagi pekebun dan hobiis. Anthurium yang terserang penyakit bercak kuning umumnya sulit disembuhkan, karena penyakit ini sangat cepat menyebar ke seluruh tanaman.

Mula-mula muncul noktah kecil berwarna kuning pada daun yang semakin lama semakin lebar, hingga seluruh permukaan daun anthurium tertutup warna kuning. Setelah satu daun terserang, maka daun-daun yang lain tinggal menunggu giliran, sampai semua kuning dan akhirnya tidak bisa diselamatkan.

Sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti penyebab penyakit ini. Para hobiis menganggap penyakit ini bersifat multifactor seperti media terlalu lembab, aliran udara tidak lancar, komposisi media kurang tepat dan kelebihan pupuk kandang.

Meski belum pasti disebabkan oleh jamur, tetapi pengendalian dengan menggunakan fungisida patut dicoba. Cara paling ekstrim yang bisa dilakukan adalah menggunduli semua daun tanaman yang terserang, lalu semprot dengan larutan fungisida. Anakan yang muncul nantinya diharapkan akan menjadi tanaman yang sehat.

Demikian beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman hias. Karena umumnya serangan penyakit ini disebabkan oleh lingkungan tanaman yang kurang bersih serta media tanam yang becek dan kurang steril, maka tindakan pencegahan dengan menjaga lingkungan tanaman yang bersih dan sehat, memperhatikan sirkulasi udara disekitar tanaman serta menggunakan media tanam yang porous dan tidak becek berlebihan, selayaknya diperhatikan. Semoga membantu.

Sumber :
1. Trubus Infokit, Aglaonema - Trubus
2. Trubus Infokit, Adenium - Trubus
3. Mengenal dan Merawat Anthurium Daun, Hendra Tanjung & Drs. Agus Andoko – Agromedia Pustaka

http://emirgarden.blogspot.com

Khasiat Begonia: Obat Luka, Demam, Bibir Pecah-Pecah

Tanaman hias begonia ternyata tidak hanya indah dipandang mata, tapi juga erkhasiat obat. Bagian yang digunakan adalah daunnya. GUNUNG KELUD YANG TAHUN LALU BIKIN HEBOH WARGA BLITAR dan sekitarnya dengan getaran-getaran vulkaniknya ternyata masih menyimpan rahasia kemujaraban obat. Di kawasan hutan tropis yang sangat indah dan menyejukkan mata, ternyata tersembunyi sekumpulan tumbuhan hias Begonia popenoci Standley atau orang desa menyebutnya cembilung.


tanaman itu digunakan masyarakat di sana untuk mengobati bibir pecah-pecah. Maklum, masyarakat di sana kerap mcngalami bibir pecah-pecah atau panas dalam, lantaran daerah itu terletak pada ketinggian di bawah 1.000 m dpl. Kondisi panas sangat terasa de ngan suhu udara rata-rata pada pagi hingga sung hari antara 25-30 °C dan kelembapan relatif udara rata-rata di bawah 90%. Yang membuat daerah ini terasa lebih parias dibandingkan kawasan hutan lainnya.
Salah seorang penduduk yang menggunakan tanarnan ini sebagai obat adalah Kiar. la tinggal di sekitar kaki Gunung Kelud dan seringkali mengalami panas dalam dan bibir pecah-pecah. Kalau sudah be gitu is biasanya akan mengambil daun cembilung kemudian meremas-remasnya dan diusapkan pada bibir yang pecah-pecah. Daun cembilung ini akan terasa asarn dan segar. Penggunaan tanaman ini sudah di lakukan masyarakat di sana secara turun-temurun.

MENGANDUNG FLAVONOID

Sebagaimana jenis begonia lain nya, batang cembilung wring pule dimanfaatkan sebagai alternatif obat dahaga oleh orang desa bile kehausan di tengah hutan. Batang ini berbusa den agak pahit keasaman, mungkin dikarenakan adanya kandungan sapo nin. Kandungan inilah yang mungkin menjadi alasan batang dan daun cern bilung digunakan orang desa untuk menggosok-gosok tangan yang kotor atau agak gatal supaya bersih layaknya memakai sabun detergen.

Selain kandungan saponin, batang dan dam Begonia diperkirakan juga mengandung flavonoid dan polifenol yang bersifat antioksidan dan antikuman atau antivirus. Hal ini membuatseperti beberapa jenis begonia digunakan juga untuk mengobati luka baru dan de mam.



POTENSI SEBAGAI POTPLANT

Cembilung adalah salah satu po tensi tersembunyi. Tumbuhan herba berbatang lunak ini memiliki daun yang lebar membulat atau hampir men jantung. Warna hijau yang agak gelap ini dihiasi dengan bunga berwarna pu tih kemerahan. Tumbuhan ini hidup bergerombol di antara lantai hutan yang agak lembap, penuh serasah dan terbuka.

Tak jauh dari permukaan lantai hu tan dapat ditemukan rimpangnya yang keputihan. Cembilung jenis ini mem perbanyak diri baik dengan rimpangnya maupun dengan penyebaran bijinya. Namun kite dapat mudah memper banyaknya dengan stek daun den stek batang. Tumbuhan hutan ini sebenar nya layak menjadi tanaman hias baik di luar ruang maupun di dalam ruangan dalam pot berukuran sedang. *

KHASIAT JENIS LAIN

Daun Begonia glabra berkhasiat sebagai obat luka baru. Cara nya, ambil ± 15 gram daun segar, dicuci bersih, kemudian ditumbuk sampai lumat dan dibalurkan/diparemkan pada luka.

Begonia fimbristipulata berkha siat sebagai obat demam. Caranya, seluruh bagian tanaman dicuci bersih dan direbus. Air rebusannya setelah dingin disaring, lalu diminum sebagai penurun panas.

CONTOH BANNER IKLAN DI TIPS PETANI

CONTOH BANNER IKLAN DI TIPS PETANI


CARA BUDIDAYA CACING

Berikut ini adalah serba-serbi budidaya cacing tanah dimulai dengan sejarah singkat cacing tanah, sentra budidaya cacing tanah, jenis-jenis cacing tanah, manfaat cacing tanah, persyaratan lokasi budidaya cacing tanah, pedoman teknis budidaya cacing tanah, hama dan penyakit cacing tanah dan lain-lain.

1. SEJARAH SINGKAT

Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.

2. SENTRA PERIKANAN

Sentra peternakan cacing terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan sekitarnya.

3. JENIS

Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus. Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi jenis lain. Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung. Cacing tanah jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah kecokelatan dengan jumlah segmen 75-165 dan klitelumnya terletak pada segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak manja sehingga dalam pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius. Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua jenis yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak banyak bergerak

4. MANFAAT

Dalam bidang pertanian, cacing menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman. Selain itu juga cacing tanah dapat digunakan sebagai:

Bahan Pakan Ternak
Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang dan kodok.
Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit.
Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.
Bahan Baku Kosmetik
Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik.
Makanan Manusia
Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau Ayam.
5. PERSYARATAN LOKASI

Tanah sebagai media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam jumlah yang besar.
Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya.
Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau ph sekitar 6-7,2. Dengan kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi.
Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15-30 %.
Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon adalah sekitar 15–25 derajat C atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat C masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembaban optimal.
Lokasi pemeliharaan cacing tanah diusahakan agar mudah penanganan dan pengawasannya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung, misalnya di bawah pohon rindang, di tepi rumah atau di ruangan khusus (permanen) yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak meneruskan sinar dan tidak menyimpan panas.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

Penyiapan Sarana dan Peralatan
Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat. Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak bertingkat sebagai tempat wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang dapat pula tanpa dinding (bangunan terbuka). Model-model sistem budidaya, antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk, pancing bertingkat atau pancing berjajar..
Pembibitan
Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung.

Pemilihan Bibit Calon Induk
Sebaiknya dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan dalam jumlah yang besar. Namun bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan.
Pemeliharaan Bibit Calon Induk
Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara:

pemeliharaan cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang digunakan. Cacing tanah dapat dipilih yang muda atau dewasa. Jika sarang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah dewasa.
pemeliharaan dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan ke bak lain.
pemeliharaan kombinasi cara a dan b.
pemeliharaan khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke bak lain.
Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.
Sistem Pemuliabiakan
Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit. Beberapa bibit cacing tanah diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah). Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing tanah itu betah dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing akan berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara disiram dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat berwarna bening (tidak berwarna hitam atau cokelat tua).
Reproduksi, Perkawinan
Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur. Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor. Diperkirakan 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.
Pemeliharaan
Pemberian Pakan
Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai media. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah, antara lain :

pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender.
bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
pakan ditutup dengan plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.
pemberian pakan berikutnya, apabila masih tersisa pakan terdahulu, harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi.
bubur pakan yang akan diberikan pada cacing tanah mempunyai perbandingan air 1:1.
Penggantian Media
Media yang sudah menjadi tanah/kascing atau yang telah banyak telur (kokon) harus diganti. Supaya cacing cepat berkembang, maka telur, anak dan induk dipisahkan dan ditumbuhkan pada media baru. Rata rata penggantian media dilakukan dalam jangka waktu 2 Minggu.
Proses Kelahiran
Bahan untuk media pembuatan sarang adalah: kotoran hewan, dedaunan/Buah-buahan, batang pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar, kertas koran/kardus/kayu lapuk/bubur kayu. Bahan yang tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai bahan, kecuali kotoran ternak, diaduk dan ditambah air kemudian diaduk kembali. Bahan campuran dan kotaran ternak dijadikan satu dengan persentase perbandingan 70:30 ditambah air secukupnya supaya tetap basah.
7. HAMA DAN PENYAKIT

Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain: semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain. Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air cukup.

8. PANEN

Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing). Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya. Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal. Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya siap di panen.

9. PASCAPANEN :

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya cacing tanah di Bandung (Jawa Barat) pada ahun 1999 adalah sebagai berikut:

Modal tetap
Sewa tanah seluas 200 m 2 /tahun ————————————————-Rp. 120.000,-
Kandang pelindung:bahan bambu & atap rumbia ———————————–Rp. 150.000,-
Kandang ternak uk 1,5X18 m 2 , Tg 50 Cm :11 bh ——————————–Rp. 600.000,-
Media :
Bahan media 6 Ton, @ Rp. 100,00 ——————————————-Rp. 600.000,-
Plastik 200 m, @ Rp. 1600,00/m ———————————————Rp. 320.000,-
Pelepah Pisang —————————————————————-Rp. 25.000,-
Jumlah ————————————————————————Rp. 1.815.000,-
Biaya Penyusutan
Tanah ——————————————————————————Rp. 40.000,-
Kandang Pelindung —————————————————————-Rp. 16.667,-
Kandang Ternak ——————————————————————-Rp. 66.667,-
Media
Bahan Media ——————————————————————Rp. 300.000,-
Plastik ————————————————————————-Rp. 160.000,-
Pelepah Pisang —————————————————————–Rp. 6.250,-
Jumlah ————————————————————————-Rp. 589.584,-
Modal Kerja
Bibit sebanyak 40 Kg, @ Rp. 200.000,00/Kg ————————————–Rp. 8.000.000,-
Pakan dalam bentuk limbah sayur(petsai, Mentimun) 5 Ton @Rp. 500,- ————Rp. 2.500.000,-
Tenaga Kerja 4 orang @ Rp. 100.000,-/bulan ————————————–Rp. 400.000,-
Jumlah ——————————————————————————Rp. 10.900.000,-
Jumlah modal yang dibutuhkan :
Modal tetap ————————————————————————Rp. 1.815.000,-
Modal kerja ————————————————————————Rp. 10.900.000,-
Jumlah ——————————————————————————Rp. 12.715.000,-
Produksi/4 bulan
Selama 4 bulan 1600 Kg, @ Rp.210.000,-/Kg ——————————————-Rp. 336.000.000,-
Biaya produksi/4 bulan
Biaya penyusutan ——————————————————————–Rp. 589.584,-
Modal kerja ————————————————————————-Rp. 10.900.000,-
Jumlah ——————————————————————————-Rp. 11.489.584,-
Keuntungan/4 bulan
Produksi/4 bulan ———————————————————————Rp. 336.000.000,-
Biaya produksi/4 bulan —————————————————————Rp. 1.489.584,-
Jumlah ——————————————————————————-Rp. 324.510.416,-
Break Even Point
Keuntungan/4 bulan ——————————————————————-Rp. 324.510.416,-
Biaya Produksi/4 bulan —————————————————————-Rp. 11.489.584,-
Jumlah ——————————————————————————-Rp. 313.020.822,-
Keuntungan selama 4 bulan ———————————————————-Rp. 313.020.822,-
Untung bersih Produksi Rp. 313.020.822,-/120 hr ———————————–Rp. 2.608.506,-
BEP = Biaya Tetap [ 1 - (Biaya Penyusutan : Keuntungan)]
= Rp. 1.815.000,00 [ 1 - (Rp. 589.584 : Rp. 324.510.416,-)]
= Rp. 1.815.000,00 [ 1- 0.0018 ]
= Rp. 1.815.000,00 X 0.9982
= Rp. 1.811.733,00

Artinya tingkat hasil penjualan sebesar Rp. 1.811.733,00/4 bulan

Tingkat Pengembalian Modal
Modal Kembali =[Jumlah Modal Yang Diperlukan/(keuntungan + penyusutan)] * 1bulan = 1,733 bulan atau 2 bulan dalam 1 kali Produksi. Jadi tempo yang diperlukan untuk menutupi kembali Investasi adalah dalam 1 kali panen atau 2 bulan.
Gambaran Peluang Agribisnis
Cacing tanah merupakan komoditi ekspor yang belakangan ini mendapat respon yang besar dari para petani ataupun pengusaha. Hal ini disebabkan karena besarnya permintaan pasar internasional dan masih kurangnya produksi cacing tanah. Budidaya cacing tanah dapat memberikan hasil yang besar dengan penanganan yang baik.
11. DAFTAR PUSTAKA

Asep, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum’ at, 2 Juli 1999).
Budiarti, Asiani, Palungkun, Roni, Cacing Tanah (Jakarta : Penebar Swadaya, 1992).
Endang, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum’ at, 8 Juli 1999).
Hamzah, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum’ at, 8 Juli 1999).
Hud, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum’ at, 8 Juli 1999).
Rudi, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum’ at, 2 Juli 1999).
Sayuti, Fahri, Pedoman Praktis Budidaya Cacing Tanah (Bandung : Pusat Latihan Dan Pengembangan, 1999).
Syaeful, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum’ at, 8 Juli 1999).
Waluyo,Neno, Wawancara dengan Mahasiswa Peternak Cacing Tanah (Bogor : Kamis, 24 Juni l999).
12. KONTAK HUBUNGAN

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

CARA BUDIDAYA BURUNG WALET

Berikut ini adalah serba-serbi budidaya burung walet dimulai dengan sejarah singkat burung walet, sentra budidaya burung walet, jenis-jenis burung walet, manfaat burung walet, persyaratan lokasi budidaya burung walet, pedoman teknis budidaya burung walet, hama dan penyakit burung walet dan lain-lain.

1. SEJARAH SINGKAT

Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak pernah hinggap di pohon. Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.

2. SENTRA PERIKANAN

Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah

3. JENIS

Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut:
Superorder : Apomorphae
Order : Apodiformes
Family : Apodidae
Sub Family : Apodenae
Tribes : Collacaliini
Genera : Collacalia
Species : Collacaliafuciphaga

4. MANFAAT

Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari air liurnya (saliva). Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga dapat bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk menyembuhkan paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah tenaga.

5. PERSYARATAN LOKASI

Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah:

Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m dpl.
Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat.
Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan daging.
Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai, rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

Penyiapan Sarana dan Peralatan
Suhu, Kelembaban dan Penerangan
Gedung untuk kandang walet harus memiliki suhu, kelembaban dan penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami berkisar antara 24-26 derajat C dan kelembaban ± 80-95 %. Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan dengan:

Melapisi plafon dengan sekam setebal 2° Cm
Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam gedung.
Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk “L” yang berjaraknya 5 m satu lubang, berdiameter 4 cm.
Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai.
Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk corong dari goni atau kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam gedung akan lebih gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet.
Bentuk dan Konstruksi Gedung
Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar, luasnya bervariasi dari 10×15 m 2 sampai 10×20 m 2 . Makin tinggi wuwungan (bubungan) dan semakin besar jarak antara wuwungan dan plafon, makin baik rumah walet dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak boleh tertutup oleh pepohonan tinggi. Tembok gedung dibuat dari dinding berplester sedangkan bagian luar dari campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari campuran pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat baik untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengurangi bau semen dapat disirami air setiap hari. Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang dibuat dari kayu-kayu yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak mudah dimakan rengat. Atapnya terbuat dari genting. Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room sebagai tempat berputar-putar dan resting room sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang. Lubang tempat keluar masuk burung berukuran 20×20 atau 20×35 cm 2 dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan dan kondisi gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur dan dinding lubang dicat hitam.
Pembibitan
Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak sengaja. Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah dimanfaatkan oleh para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih banyak lagi, pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara burung Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan serangga-serangga kecil sebagai bahan makanan burung walet.

Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau bersarang di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung sriti agar masuk dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan kaset rekaman dari wuara walet atau sriti. Pemutaran ini dilakukan pada jam 16.00–18.00, yaitu waktu burung kembali mencari makan.
Perawatan Bibit dan Calon Induk
Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari pemilik gedung walet yang sedang melakukan “panen cara buang telur”. Panen ini dilaksanakan setelah burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur walet diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang dalam panen ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet dengan menetaskannya di dalam sarang sriti.

Memilih Telur Walet
Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna, yaitu :

Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka induk berumur 0–5 hari.
Putih kemerahan, berumur 6–10 hari.
Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas berumur 10–15 hari.
Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran 2,014×1,353 cm dengan berat 1,97 gram. Ciri telur yang baik harus kelihatan segar dan tidak boleh menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik mempunyai
kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser dari tempatnya. Letak kuning telur harus ada ditengah dan tidak bergerak-gerak, tidak ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di atas dilakukan dengan peneropongan.
Membawa Telur Walet
Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat dapat berupa telur yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan telur dari jarak jauh, sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas. Telur disusun dalam spon yang berlubang dengan diameter 1 cm. Spon dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup.
Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan telur mati. Telur muda memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan telur tua lebih rendah.
Penetasan Telur Walet
Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti.
Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti diganti dengan telur walet. Pengambilan telur harus dengan sendok plastik atau kertas tisue untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Penggantian telur dilakukan pada siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari makan. Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung sriti dan setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat terbang serta mencari makan.
Menetaskan telur walet pada mesin penetas
Suhu mesin penetas sekitar 40 ° C dengan kelembaban 70%. Untuk memperoleh kelembaban tersebut dilakukan dengan menempatkan piring atau cawan berisi air di bagian bawah rak telur. Diusahakan agar air didalam cawan tersebut tidak habis. Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara merata atau mendata dan jangan tumpang tindih. Dua kali sehari posisi telur-telur dibalik dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga dilakukan peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang embrionya mati dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat pada bagian tengah telur terdapat lingkaran darah yang gelap. Sedangkan telur yang embrionya hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan telur dilakukan sampai hari ke-12. Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka kecuali untuk keperluan pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban. Setelah 13–15
hari telur akan menetas.
Pemeliharaan
Perawatan Ternak
Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu dan sangat lemah. Anak walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi dengan telur semut (kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2–3 hari anak walet ini masih memerlukan pemanasan yang stabil dan intensif sehingga tidak perlu dikeluarkan dari mesin tetas. Setelah itu, temperatur boleh diturunkan 1–2 derajat/hari dengan cara membuka lubang udara mesin. Setelah berumur ± 10 hari saat bulu-bulu sudah tumbuh anak walet dipindahkan ke dalam kotak khusus. Kotak ini dilengkapi dengan alat pemanas yang diletakan ditengah atau pojok kotak. Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah siap terbang dibawa ke gedung pada malam hari, kemudian dletakan dalam rak untuk pelepasan. Tinggi rak minimal 2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak waket akan dapat terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara terbang walet dewasa.
Sumber Pakan
Burung walet merupakan burung liar yang mencari makan sendiri. Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk mendapatkan sarang walet yang memuaskan, pengelola rumah walet harus menyediakan makanan tambahan terutama untuk musim kemarau. Beberapa cara untuk mengasilkan serangga adalah:

menanam tanaman dengan tumpang sari.
budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
membuat kolam dipekarangan rumah walet.
menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.
Pemeliharaan Kandang
Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran yang menumpuk di lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang tetapi dimasukan dalam karung dan disimpan di gedung.
7. HAMA DAN PENYAKIT

Tikus
Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat menyebabkan suhu yang tidak nyaman.
Cara pencegahan tikus dengan menutup semua lubang, tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu yang akan digunakan untuk sarang tikus.
Semut
Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan mengganggu burung walet yang sedang bertelur.
Cara pemberantasan dengan memberi umpan agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu semut disiram dengan air panas.
Kecoa
Binatang ini memakan sarang burung sehingga tubuhnya cacat, kecil dan tidak sempurna.
Cara pemberantasan dengan menyemprot insektisida, menjaga kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan dibuang agar tidak menjadi tempat persembunyian.
Cicak dan Tokek
Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan anak burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet.
Cara pemberantasan dengan diusir, ditangkap sedangkan penanggulangan dengan membuat saluran air di sekitar pagar untuk penghalang, tembok bagian luar dibuat licin dan dicat dan lubang-lubang yang tidak digunakan ditutup.
8. PANEN

Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen apabila keadaannya sudah memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu sarang walet yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal bagi gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet merasa tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, para pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan. Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet dengan beberapa cara, yaitu:

Panen rampasan
Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur, tetapi pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai keuntungan yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan total produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini tidak baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada peremajaan. Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus membuat sarang sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya pun merosot menjadi kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu mengimbangi pemacuan waktu untuk membuat sarang dan bertelur.
Panen Buang Telur
Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola ini mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen hingga 4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna dan tebal. Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet untuk menetaskan telurnya.
Panen Penetasan
Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas dan sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena sudah mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya adalah burung walet dapat berkembang biak dengan tenang dan aman sehingga polulasi burung dapat meningkat.
Adapun waktu panen adalah:

Panen 4 kali setahun
Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang dihuni dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen pertama dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk panen selanjutnya dengan pola buang telur.
Panen 3 kali setahun
Frekuensi panen ini sangat baik untuk gedung walet yang sudah berjalan dan masih memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai yaitu, panen tetasan untuk panen pertama dan selanjutnya dengan pola rampasan dan buang telur.
Panen 2 kali setahun
Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan, karena tujuannya untuk memperbanyak populasi burung walet.
9. PASCAPANEN

Setelah hasil panen walet dikumpulkan dalu dilakukan pembersihan dan penyortiran dari hasil yang didapat. Hasil panen dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel yang kemudian dilakukan pemisahan antara sarang walet yang bersih dengan yang kotor.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya burung walet di daerah Jawa Barat tahun 1999:

Modal tetap
Gedung Rp. 13.000.000,-
Renovasi gedung Rp. 10.000.000,-
Perlengkapan Rp. 500.000,-
Jumlah modal tetap Rp. 23.500.000,-
Biaya penyusutan/bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bln ( 5 th) Rp. 391.667,-
Modal Kerja
Biaya Pengadaan
Telur Walet 500 butir @ Rp. 5.000,- Rp. 500.000,-
Transportasi Rp. 100.000,-
Makan Rp. 50.000,-
Biaya Kerja
Pelihara kandang/bln@ Rp. 5000,- x 3 bln Rp. 15.000,-
Panen Rp. 20.000,-
Jumlah biaya 1x produksi:Rp. 650.000,-+Rp. 35.000,- Rp. 685.000,-
Jumlah modal yang dibutuhkan pada awal Produksi
Modal tetap Rp. 13.500.000,-
Modal kerja 1x Produksi Rp. 685.000,-
Jumlah modal Rp. 14.185.000,-
Kapasitas produksi untuk 5 tahun 1 kali produksi :
sarang burung walet menghasilkan 1 kg
sarang burung sriti menghasilkan 15 kg
untuk 1 tahun, 4 kali produksi, menghasilkan :
sarang burung walet 4 kg
sarang burung sriti 60 kg
untuk 5 tahun, 20 kali produksi, menghasilkan :
sarang burung walet 20 kg
sarang burung sriti 300 kg
Biaya produksi
Biaya tetap per bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bulan Rp. 391.667,-
Biaya tidak tetap Rp. 685.000,-
Total Biaya Produksi per bulan Rp. 1.076.667,-
Jumlah produksiRp.1.076.667:16 kg (walet dan sriti) Rp. 67.292,-
Penjualan
sarang burung walet 1 kg Rp. 17.000.000,-
sarang burung sriti 15 kg Rp. 3.000.000,-
Untuk 1 kali produksi Rp. 20.000.000,-Untuk 5 tahun

sarang burung walet 20 kg Rp. 340.000.000,-
sarang burung sriti 300 kg Rp. 60.000.000,-
Jumlah penjualan Rp. 400.000.000,-
Break Even Point
Pendapatan selama 5 Tahun Rp. 400.000.000,-
Biaya produksi selama 5 th Rp. 1.076.667 x 60 bln Rp. 64.600.000,-
Keuntungan selama 5 tahun Rp. 335.400.000,-
Keuntungan bersih per produksi 335.400.000 : 60 bln Rp. 5.590.000,-
.BEP 232.919
Tingkat Pengembalian Modal 3 bulan (1 x produksi)
Gambaran Peluang Agribisnis
Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi. Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar internasional sangat besar dan masih kekurangan persediaan. Hal ini disebabkan oleh masih kurang banyaknya budidaya burung walet. Selain itu juga produksi sarang walet yang telah ada merupakan produksi dari sarang-sarang alami. Budidaya sarang burung walet sangat menjanjikan bila dikelola dengan baik dan intensif.
11. DAFTAR PUSTAKA

Chantler, P. & G. Driessens. Swift : A guide to the Swift an Treeswift of the World. Pica Press, the Banks. East Sussex, 1995.
Mackinnon, John. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
Nazaruddin & A. Widodo. Sukses Merumahkan Walet. Cet. 2. Jakarta: Penebar Swadaya, 1998.
Tim Penulis PS. Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Cet. 4. Jakarta: Penebar Swadaya, 1994.
12. KONTAK HUBUNGAN

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Powered by Blogger.